Legislator Pertanyakan Implementasi Aturan HGBT

22-11-2022 / KOMISI VII
Anggota Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM, di Senayan, Jakarta, Senin (21/11/2022). Foto: Oji/Man

 

Anggota Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga menanyakan soal implementasi pelaksanaan Perpres Nomor 121 Tahun 2020 tentang Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Menurutnya, implementasi dari beleid tersebut tidak membuat tujuh sektor industri yang tercantum di dalamnya tidak berkembang.

 

Misalnya, kapasitas produksi pupuk tak mengalami kenaikan. Bahkan, tambahnya, dengan kehadiran aturan tersebut justru angka ekspor amoniak dari produsen pupuk yang naik.

 

"Ada pemberlakuan terhadap industri-industri ini yang tidak sesuai Perpres 121/2020. Kenapa ada pemberlakuan yang sifatnya berbeda antara satu industri dengan industri lain, terhadap tujuh sektor industri yang sudah termasuk," kata Lamhot dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM, di Senayan, Jakarta, Senin (21/11/2022).

 

Diketahui, harga gas bumi bagi penyedia tenaga listrik untuk kepentingan umum, termasuk PT PLN (Persero) dipatok sebesar US$6 per MMBTU. Secara keseluruhan, harga gas tersebut berlaku bagi tujuh golongan industri, yakni pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

 

Dalam rapat yang sama, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PAN Nasril Bahar juga menyoroti soal aturan tersebut. Ia menggunakan istilah pasien mati, ambulans belum datang untuk menggambarkan kondisi industri kaca, keramik, dan sarung tangan karet yang saat ini stagnan bahkan mengalami penurunan produksi.

 

"Perubahan dan penambahan beberapa industri yang belum ditandatangani oleh Pak Menteri karena masih meminta persetujuan Menteri Keuangan. Saya pikir Menkeu perlu didesak oleh Komisi VII untuk HGBT ini. Karena saya khawatir kita menuju 2023 ketar-ketir karena beberapa industri akan PHK, apalagi industri yang berkaitan dan berharap dengan harga gas US$6," jelasnya.

 

Nasril menegaskan pemerintah harus memikirkan gelombang PHK di beberapa industri. Jangan sampai pemerintah baru bergerak ketika industri manufaktur yang berbahan bakar gas tersebut terpaksa melakukan PHK.

 

Merespons hal tersebut, Arifin Tasrif menjelaskan pemerintah melihat unsur subsidi dalam perhitungan HGBT untuk beberapa industri. Harapannya industri-industri, selain Public Service Obligation (PSO), bisa berkembang dan produknya bisa bersaing di pasar domestik dan internasional.

 

"Realisasi paling banyak untuk PSO itu PLN dan pupuk yang memang menyerap gas paling besar, terutama di sektor kelistrikan. Pupuk ini juga industrinya menanggung misi subsidi, ini juga memberikan kompensasi balance terhadap pengeluaran pemerintah," ujar Arifin.

 

Ia juga menjelaskan bahwa memang sedang dilakukan evaluasi untuk penambahan sektor baru yang berhak menerima HGBT. Namun, Arifin menegaskan perlu persetujuan menteri keuangan sebagai pengelola pendapatan pajak dan non-pajak dari sektor migas. (we/rdn)

BERITA TERKAIT
Program MBG Diluncurkan: Semua Diundang Berpartisipasi
06-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Gizi Nasional dijadwalkan akan meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hari ini, Senin, 6 Januari 2025....
Komisi VII: Kebijakan Penghapusan Utang 67 Ribu UMKM di Bank BUMN Perlu Hati-Hati
04-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyoroti rencana pemerintah yang akan menghapus utang 67 ribu...
Pemerintah Diminta Tingkatkan Daya Saing Produk UMKM dan Ekonomi Kreatif Indonesia
03-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini dituntut untuk menata dan...
Dina Lorenza Dukung Kenaikan PPN: Harus Tetap Lindungi Masyarakat Menengah ke Bawah
24-12-2024 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Dina Lorenza mendukung rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen...